Minggu, 26 Mei 2013

pengolahan tanah pada penananaman tebu

            I.                     PENDAHULUAN
  PENGOLAHAN TANAH
Pengolahan Tanah dan Penamanan Tebu pada Lahan Kering

    Di Indonesia, tanaman tebu (Saccharum officinarum) merupakan bahan utama untuk membuat gula pasir yang dibutuhkan sebagian besar masyarakat. Pada umumnya tanaman tebu ditanam pada lahan sawah dengan pengairan yang baik. Dalam dua dasawarsa terakhir, penanaman bergeser dari lahan sawah ke lahan kering (tegalan). Hal itu disebabkan antara lain lahan berpengairan diutamakan untuk produksi pangan, lahan sawah berubah peruntukan menjadi bangunan, dan lahan sawah berpengairan lebih menguntungkan ditanami tanaman lain dari pada tanaman tebu. Teknologi penanaman tebu di lahan kering perlu memperhatikan ketersediaan air hujan, persiapan lahan, pengolahan tanah dan penanaman tebu pada lahan kering seperti berikut.
Persiapan lahan
Dalam mempersiapkan lahan kering untuk ditanami tebu, pertama harus dapat memperkirakan awal musim kemarau dan awal musim hujan. Hal ini diperoleh dari mempelajari sifat iklim selama 5 - 10 tahun terakhir di wilayah yang akan ditanami tebu.
Sedangkan lahan kering yang dapat ditanami tebu antara lain: bekas perkebunan, padang alang-alang, padang rumput, lebak, dan lahan tegalan. Seperti di daerah Kabupaten Kediri Provinsi Jawa Timur telah menanam tebu pada lahan kering bekas perkebunan ubikayu.
Membuka lahan kering untuk ditanami tebu dapat menggunakan peralatan berat atau ringan asal sesuai dengan kondisi lahan. Peralatan tersebut untuk membersihkan lahan dari tanaman tahunan, alang-alang atau rumput, dan lainnya sampai bersih dari sisa-sisa tanaman sebelumnya. Penting untuk diperhatikan, bahwa lapisan tanah bagian atas yang paling subur harus dijaga agar jangan sampai hilang terbuang atau hanyut kebawa air hujan. Persiapan lahan ini dapat dilakukan pada musim kemarau atau musim hujan, karena waktu pengolahan tanah yang tepat adalah segera setelah musim hujan selesai atau awal musim kemarau.
Pengolahan tanah
Setelah lahan kering bersih, lalu dilakukan pengolahan tanah agar pertumbuhan tebu baik dan produktivitasnya maksimal. Tahap pertama pengolahan tanah menggunakan bajak untuk memotong dan membalik tanah, dan kemudian dilanjutkan dengan garu untuk menggemburkan tanah. Setelah tanah selesai diolah kemudian dibuat kairan (alur tanaman). Khusus untuk tanah yang mempunyai lapisan kedap air, pembuatan kairan harus lebih dalam dari kedalaman lapisan kedap air.
Tahap pertama pengolahan tanah menggunakan bajak untuk memotong dan membalik tanah, dan kemudian dilanjutkan dengan garu untuk menggemburkan tanah. Setelah tanah selesai diolah kemudian dibuat kairan. Untuk mendapatkan hasil olahan tanah yang baik yaitu cukup dalam dan gembur, tanah harus dalam keadaan cukup air (tidak basah dan tidak terlalu kering). Berdasarkan hal ini maka saat yang tepat untuk mengolah tanah adalah segera setelah musim hujan selesai atau awal musim kemarau. Pada umumnya lahan kering berukuran sempit, maka tenaga untuk pengolahan tanah yang murah dan efektif adalah dengan menggunakan traktor.
Kemudian pengolahan tanah mengikuti kaidah konservasi lahan, yaitu:
Kemiringan lahan 0 - 5% menggunakan teras datar, kemiringan lahan >5 - 12% menggunakan teras kredit/teras gulud, dan kemiringan lahan >15 - 25% menggunakan teras bangku. Sedangkan jarak kairan antara 0,95 - 1,25 m, untuk lahan semakin miring, subur dan basah jaraknya semakin sempit. Panjangnya kairan kira-kira 50 m atau melihat kondisi. Kemudian jarak pusat ke pusat (PKP) di lahan miring adalah 1,10 m atau 1,30 m.
Apabila terjadi kemarau panjang (lebih dari 6 bulan), maka pengolahan tanah harus dalam dan tanaman perlu diberi mulsa. Bagi tanah yang pH nya sangat asam, perlu dinetralkan dengan memberi dolomite atau kapur, terutama untuk jenis tanah podzolik.
Penanaman
Penanaman tebu pada lahan kering diperlukan bibit varietas tebu yang memiliki sifat-sifat, antara lain: tahan kekeringan, mudah berkecambah, cepat beranak, jangka waktu keluar anakan yang agak panjang dan bertunas banyak, tahan kepras yang baik, rendemen tinggi, mudah diklentek, dan tahan roboh.. Untuk mengetahui varietas yang mana yang paling cocok untuk suatu daerah, dapat dilakukan dengan mengadakan percobaan adaptasi tanaman terlebih dahulu.
Saat penanaman tebu, kondisi tanah dikehendaki lembab tapi tidak terlalu basah dan cuaca cerah. Untuk saat ini tanam tebu lahan kering yang paling tepat adalah masa pancaroba yakni akhir musim kemarau sampai awal musim hujan atau sebaliknya. Untuk daerah kering (tipe iklim C dan D Schimdt-Fergusson) saat tanam adalah antara pertengahan Oktober-Desember, sedang pada daerah basah (tipe iklim B) adalah awal musim kemarau.
Pada daerah dengan musim kemarau panjang (daerah kering) tebu ditanam sebagai bibit stek mata tiga dengan jumlah 8-9 mata tunas per meter juringan (15.000-20.000 stek per hektar) atau pada prinsipnya mengarah pada jumlah mata tumbuh 40.000-45.000 per hektar. Stek tebu diletakkan pada dasar juringan dengan jarak tanam 1,25-1,35 m. Pada daerah dengan musim kemarau pendek, digunakan stek 3 mata ditanam, bersentuh ujung (end to end) atau tumpang tindih (overlapped 20 %) pada dasar juringan yang dangkal. Pada keadaan yang mendesak dan kekurangan tenaga dapat dipakai tebu lonjoran dengan 5-6 mata, dipotong menjadi dua.



Curah Hujan
Tanaman tebu banyak membutuhkan air selama masa pertumbuhan vegetatifnya, namun menghendaki keadaan kering menjelang berakhirnya masa petumbuhan vegetatif agar proses pemasakan (pembentukan gula) dapat berlangsung dengan baik. Berdasarkan kebutuhan air pada setiap fase pertumbuhannya, maka secara ideal curah hujan yang diperlukan adalah 200 mm per bulan selama 5 – 6 bulan berturutan, 2 bulan transisi dengan curah hujan 125 mm per bulan, dan 4 – 5 bulan berturutan dengan curah hujan kurang dari 75 mm tiap bulannya. Daerah dataran rendah dengan curah hujan tahunan 1.500 – 3.000 mm dengan penyebaran hujan yang sesuai dengan pertumbuhan dan kemasakan tebu merupakan daerah yang sesuai untuk pengembangan tanaman tebu.
Sinar Matahari
Radiasi sinar matahari sangat diperlukan oleh tanaman tebu untuk pertumbuhan dan terutama untuk proses fotosintesis yang menghasilkan gula. Jumlah curah hujan dan penyebarannya di suatu daerah akan menentukan besarnya intensitas radiasi sinar matahari. Cuaca berawan pada siang maupun malam hari bisa menghambat pembentukan gula. Pada siang hari, cuaca berawan menghambat proses fotosintesis, sedangkan pada malam hari menyebabkan naiknya suhu yang bisa mengurangi akumulasi gula karena meningkatnya proses pernafasan.
Angin
Angin dengan kecepatan kurang dari 10 km/jam adalah baik bagi pertumbuhan tebu karena dapat menurunkan suhu dan kadar CO2 di sekitar tajuk tebu sehingga fotosintesis tetap berlangsung dengan baik. Kecepatan angin yang lebih dari 10 km/jam disertai hujan lebat, bisa menyebabkan robohnya tanaman tebu yang sudah tinggi.
Suhu
Suhu sangat menentukan kecepatan pertumbuhan tanaman tebu, sebab suhu terutama mempengaruhi pertumbuhan menebal dan memanjang tanaman ini. Suhu siang hari yang hangat atau panas dan suhu malam hari yang rendah diperlukan untuk proses penimbunan sukrosa pada batang tebu. Suhu optimal untuk pertumbuhan tebu berkisar antara 24 – 30 oC, beda suhu musiman tidak lebih dari 6o, dan beda suhu siang dan malam hari tidak lebih dari 10o.
Kelembaban Udara
Kelembaban udara tidak banyak berpengaruh pada pertumbuhan tebu asalkan kadar air cukup tersedia di dalam tanah, optimumnya < 80%.
Kesesuaian Lahan
Tanah merupakan faktor fisik yang terpenting bagi pertumbuhan tebu. Tanaman tebu dapat tumbuh dalam berbagai jenis tanah, namun tanah yang baik untuk pertumbuhan tebu adalah tanah yang dapat menjamin kecukupan air yang optimal. Tanah yang baik untuk tebu adalah tanah dengan solum dalam (>60 cm), lempung, baik yang berpasir dan lempung liat. Derajat keasaman (pH) tanah yang paling sesuai untuk pertumbuhan tebu berkisar antara 5,5 – 7,0. Tanah dengan pH di bawah 5,5 kurang baik bagi tanaman tebu karena dengan keadaan lingkungan tersebut sistem perakaran tidak dapat menyerap air maupun unsur hara dengan baik, sedangkan tanah dengan pH tinggi (di atas 7,0) sering mengalami kekurangan unsur P karena mengendap sebagai kapur fosfat, dan tanaman tebu akan mengalami “chlorosis” daunnya karena unsur Fe yang diperlukan untuk pembentukan daun tidak cukup tersedia. Tanaman tebu sangat tidak menghendaki tanah dengan kandungan Cl tinggi.
Kelas Kesesuaian Lahan dan Faktor Pembatas
Berpedoman pada syarat tumbuh tanaman tebu, maka faktor pembatas utama untuk tanaman tebu adalah kesuburan tanah, solum tanah, kemiringan lereng dan tekstur tanah. Pengusahaan tanaman tebu harus dilakukan pada tanah dengan kemiringan <8%. Tanah dengan kelas S1, S2 dan S3 tanpa faktor pembatas yang berat merupakan klas lahan yang sesuai untuk tanaman tebu. Sebaran lahan tebu di Indonesia disajikan pada tabel.









Sebaran Lokasi Lahan Tebu di Indonesia Berdasarkan Tipe Iklim dan Jenis Tanah
No
Iklim
Jenis Tanah
Lokasi

1
B1
Aluvial
Medan

2
B2
Podsolik Merah Kuning
Lampung (Bunga Mayang, Cintamanis, Gunung Madu, GPM)

3
C2
Aluvial
Jatiroto, Pelaihari (Kal-Sel)

4
C2
Latosol
Cirebon

5
C3
Mediteran
Jatitujuh, Jawa Barat

6
C3
Regosol
Jengkol, Jawa Timur

7
D2
Mediteran
Camming, Sulawesi Selatan

8
D2
Latosol
Subang, Jawa Barat

9
D3
Aluvial
Jawa Tengah Utara

10
D4
Mediteran
Takalar, Sulawesi Selatan

11
E
Aluvial
Pasuruan dan sekitarnya

Sumber : Tjokrodirjo, 2000



Ringkasan Persyaratan Tumbuh Tebu
Komponen
Syarat Tumbuh
Korelasi *)
(dgn rendemen)
Letak lintang
35o LS dan 39o LU

Iklim


Curah hujan
1.500 – 3.000 mm per tahun dengan 4-5 bulan kering nyata
-0,70
Penyinaran matahari
Matahari penuh tanpa awan
-0,37
Suhu optimum
24-30o

Suhu maksimum
32o
-0.66
Angin
< 10 km/jam

Kelembaban udara
< 80%

Tanah


Topografi
0 – 5%,

Sifat fisik
Drainase baik, tidak ada batuan di permukaan (< 40 cm), solum dalam (> 60cm)

Sifat kimia
pH 5,5 – 7,0, ketersediaan hara seimbang, tidak terdapat Cl dalam jumlah banyak

Kelas kesesuaian
S1, S2, S3 tanpa faktor penghambat yang berat

Keterangan : *) = Windiharto dan Chujaemi (2000)
pek K-3).



JENIS - JENIS TEBU
Jenis tebu yang sering ditanam POY 3016, P.S. 30, P.S. 41, P.S. 38, P.S. 36, P.S. 8, B.Z. 132, B.Z. 62, dll.

PEMBUKAAN KEBUN
Sebaiknya pembukaan dan penanaman dimulai dari petak yang paling jauh dari jalan utama atau lori pabrik
Ukuran got standar ; Got keliling/mujur lebar 60 cm; dalam 70 cm, Got malang/palang lebar 50 cm; dalam 60 cm. Buangan tanah got diletakkan di sebelah kiri got. Apabila got diperdalam lagi setelah tanam, maka tanah buangannya diletakkan di sebelah kanan got supaya masih ada jalan mengontrol tanaman.
Juringan/cemplongan (lubang tanam) baru dapat dibuat setelah got - got malang mencapai kedalaman 60 cm dan tanah galian got sudah diratakan. Ukuran standar juringan adalah lebar 50 cm dan dalam 30 cm untuk tanah basah, 25 cm untuk tanah kering. Pembuatan juringan harus dilakukan dua kali, yaitu stek pertama dan stek kedua serta rapi.
Jalan kontrol dibuat sepanjang got mujur dengan lebar + 1 m. Setiap 5 bak dibuat jalan kontrol sepanjang got malang dengan lebar + 80 cm. Pada juring nomor 28, guludan diratakan untuk jalan kontrol (jalan tikus)
TURUN TANAH/KEBRUK
Yaitu mengembalikan tanah stek kedua ke dalam juringan untuk membuat kasuran/bantalan/dasar tanah. Tebalnya tergantung keadaan, bila tanahnya masih basah + 10 cm. di musim kemarau terik tebal + 15 - 20 cm.


CARA TANAM
1. Bibit Bagal/debbeltop/generasi
Tanah kasuran harus diratakan dahulu, kemudian tanah digaris dengan alat yang runcing dengan kedalaman + 5-10 cm. Bibit dimasukkan ke dalam bekas garisan dengan mata bibit menghadap ke samping. Selanjutnya bibit ditimbun dengan tanah.

2. Bibit Rayungan (bibit yang telah tumbuh di kebun bibit), jika bermata (tunas) satu: batang bibit terpendam dan tunasnya menghadap ke samping dan sedikit miring, + 45 derajat. Jika bibit rayungan bermata dua; batang bibit terpendam dan tunas menghadap ke samping dengan kedalaman + 1 cm.

3. Sebaiknya, bibit bagal (stek) dan rayungan ditanam secara terpisah di dalam petak-petak tersendiri supaya pertumbuhan tanaman merata.
WAKTU TANAM
Berkaitan dengan masaknya tebu dengan rendemen tinggi tepat dengan timing masa giling di pabrik gula. Waktu yang tepat pada bulan Mei, Juni dan Juli.

PENYIRAMAN
Penyiraman tidak boleh berlebihan supaya tidak merusak struktur tanah. Setelah satu hari tidak ada hujan, harus segera dilakukan penyiraman.

PENYULAMAN
1. Sulam sisipan, dikerjakan 5 - 7 hari setelah tanam, yaitu untuk tanaman rayungan bermata satu.
2. Sulaman ke - 1, dikerjakan pada umur 3 minggu dan berdaun 3 - 4 helai. Bibit dari rayungan bermata dua atau pembibitan.
3. Penyulaman yang berasal dari ros/pucukan tebu dilakukan ketika tanaman berumur + 1 bulan
4. Penyulaman ke-2 harus selesai sebelum pembubunan, bersama sama dengan pemberian air ke - 2 atau rabuk ke-2 yaitu umur 1,5 bulan
5. Penyulaman ekstra bila perlu, yaitu sebelum bumbun ke -2

PEMBUMBUNAN TANAH
> Pembumbunan ke-1 dilakukan pada umur 3-4 minggu, yaitu berdaun 3 - 4 helai. Pembumbunan dilakukan dengan cara membersihkan rumput-rumputan, membalik guludan dan menghancurkan tanah (jugar) lalu tambahkan tanah ke tanaman sehingga tertimbun tanah.
> Pembumbunan ke - 2 dilakukan jika anakan tebu sudah lengkap dan cukup besar + 20 cm, sehingga tidak dikuatirkan rusak atau patah sewaktu ditimbun tanah atau + 2 bulan.
> Pembumbunan ke-3 atau bacar dilakukan pada umur 3 bulan, semua got harus diperdalam ; got mujur sedalam 70 cm dan got malang 60 cm.

GARPU MUKA GULUD
Penggarpuan harus dikerjakan sampai ke pinggir got, sehingga air dapat mengalir. Biasanya dikerjakan pada bulan Oktober/November ketika tebu mengalami kekeringan.

KLENTEK
Yaitu melepaskan daun kering, harus dilakukan 3 kali, yaitu sebelum gulud akhir, umur 7 bulan dan 4 minggu sebelum tebang.

TEBU ROBOH
Batang tebu yang roboh atau miring perlu diikat, baik silang dua maupun silang empat. Ros - ros tebu, yang terdiri dari satu deretan tanaman, disatukan dengan rumpun - rumpun dari deretan tanaman di sisinya, sehingga berbentuk menyilang.
PEMUPUKAN
Pemupukan pada tanaman tebu
Pemupukan tanaman tebu bertujuan untuk menambah unsur hara Nitrogen (N), Phospor (P) dan Kaliom (K) dalam tanah yang dibutuhkan pada pertumbuhan tanaman tebu sehingga tanaman dapat tumbuh sesuai dengan yang diinginkan.
Pemupukan tanaman tebu dapat dilakukan dua hingga tiga kali dilihat dari pertumbuhan tanaman.
Pemupukan pertama dapat dilakukan pada saat menjelang tanam (1 hari sebelum tanam) atau setelah tanam dilakukan dengan dosis (120 kg urea, 160 kg TSP dan 300 kg KCl/ha).
Pemupukan kedua dapat dilakukan 30 hari setelah tanam/pemupukan pertama dengan dosis 200 kg urea per hektar dan pemupukan tamabahan ketiga dapat dilakukan setelah 45 hari setelah tanam, Pemupukan tambahan ke tiga ini bertujuan untuk menambah pupuk pada tanaman yang kurang subur pertumbuhannya, adapun dosisnya disesuaikan dengan kondisi tanaman yang akan di pupuk.
Cara pemupukan
Sebelum pupuk di tabor, terlebih dahulu membuat lubang menggunakan tugal sedalam 5-7 cm atau membuat larikan sedalam 5-7 cm sepanjang guludan tanaman menggunakan cantol/cangkul kecil yang dapat ditarik, lalu pupuk diletakkan di lubang atau ditabur pada larikan tersebut kemudian ditimbun tanah. Dalam pelaksanaan pemupukan sebaiknya dilakukan setelah atau sebelum hujan dan dilakukan
pada pagi atau sore hari.
RENDEMEN TEBU
Proses kemasakan tebu merupakan proses yang berjalan dari ruas ke ruas yang tingkat kemasakannya tergantung pada ruas yang yang bersangkutan. Tebu yang sudah mencapai umur masak, keadaan kadar gula di sepanjang batang seragam, kecuali beberapa ruas di bagian pucuk dan pangkal batang.
Usahakan agar tebu ditebang saat rendemen pada posisi optimal yaitu sekitar bulan Agustus atau tergantung jenis tebu. Tebu yang berumur 10 bulan akan mengandung saccharose 10 %, sedang yang berumur 12 bulan bisa mencapai 13 %.

Bibit tebu yang digunakan harus berkualitas baik. Budidaya tebu bibit diusahakan melalui beberapa tingkat kebun bibit yaitu berturut-turut dari Kebun Bibit Pokok (KBP), Kebun Bibit Nenek (KBN), Kebun Bibit Induk (KBI), dan Kebun Bibit Datar (KBD). Dengan penanaman secara bertingkat tersebut, kualitas bibit yang hendak ditanam di Kebun Tebu Giling (KTG) menjadi lebih baik karena dari satu tingkat kebun bibit ke tingkat berikutnya mengalami proses seleksi.


Potensi Hasil Beberapa Varietas Tebu Unggul
No
Varietas/Galur
Rendemen (%)
Hasil Tebu
(ton/ha)
1
POJ 3016
14
150
2
BZ 148
9
120
3
Triton
9
125
4
BZ132
9
80
5
PS 86-10029
9
140
6
PS 81-1321
9
120
7
PS 92-3092
9
140
8
PS 85-18135
9,5
105
9
PS 85-21470
9,5
120
10
PS 89-20961
9,5
140
11
PS MD 7
9,5
130
12
PS 88-19432
9,5
120
Sumber : P3GI (diolah)
Kualitas bibit tebu merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan pengusahaan tanaman tebu. Bibit tebu yang baik adalah bibit yang berumur cukup (5 – 6 bulan), murni (tidak tercampur dengan varietas lain), bebas dari hama penyakit dan tidak mengalami kerusakan fisik.
Untuk mendapatkan bibit yang baik dan mencukupi diperlukan kebun bibit yang dikelola dengan baik pula. Pada umumnya komposisi kebutuhan bibit dari Kebun Bibit Datar (KBD) untuk Kebun Tebu Giling (KTG) adalah 1 : 8 yaitu dari 1 ha KBD dihasilkan bibit tebu yang cukup untuk 8 ha KTG untuk lahan sawah dan 1 : 3 untuk lahan kering.
Pada dasarnya pengelolaan kebun bibit hampir sama dengan kebun tebu giling dari pengolahan tanah hingga panen (tebang). Pada kebun bibit tidak dilakukan pengkletekan dengan tujuan untuk mengurangi penguapan setelah ditebang dan melindungi mata tunas baik pada masa pemeliharaan maupun pada saat pengangkutan. Dosis pupuk yang dipakai umumnya adalah 800 kg ZA, 200 kg SP-36, 200 kg KCl tiap ha.
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar